Skip to main content

FantasTeen: Nightmare (Mengenal Level Gaya Bahasa)


Ini buku sudah lama aku baca, namun belum sempat menuliskan resensinya. Jadi, karena jadwal resensi minggu ini lagi kosong, aku memutuskan untuk menulis resensi dari novel FantasTeen karya teman kita, Indira.

Di resensi kali ini juga, aku akan menjawab satu pertanyaan dari pembaca blog tentang lima level gaya bahasa ala Wheza. Penasaran. Mari simak resensi novel berikut ini.


Judul       : Nightmare

Penulis    : Indira Harmanti Puspitasari

Genre      : Horror(-Fantasy)

Penerbit  : FantasTeen

Terbit      : July 2013

Harga      : Rp 35.000,00


Sinopsis  :

Pernah membaca novel yang mengandung kutukan? Alessa pernah. Judulnya Nightmare, dilengkapi peringatan konyol seperi ini:

"Jangan membaca novel ini pada tanggal 13 Juni. Saat tengah malam. Kalian bisa merasakan sendiri akibatnya!"

Layaknya kalian, Alessa hanya tertawa membaca tulisan itu. Apa yang bisa dilakukan sebuah buku terhadap dirinya? Apa karena tulisan itu warnanya semerah darah? Lucu, deh. Alessa malah membaca buku itu "sengaja" pada tanggal 13 Juni. Malah, bacanya di acara perkemahan. Supaya makin seram. Hahaha ....

Sampai akhirnya, tunggu ... mengapa teman-teman Alessa mulai menghilang? Satu per satu dari mereka lenyap! Alessa mengalami kejadian-kejadian misterius, bahkan dihinggapi mimpi-mimpi buruk dalam tidurnya. Sesuatu berbisik di telinga Alessa perihal ... arwah Edison .... Dan kalian, kalian sedang memegang buku ini sekarang, kan?

*

Well, sinopsisnya cukup unik. Dan saat membaca paragraf terakhir, ada sedikit kalimat yang membuatku punya satu pertanyaan: Jadi, ini buku Nightmare yang menceritakan tentang orang yang membaca buku Nightmare?

Bagaimana kalau aku bercerita sedikit tentang buku ini. Alkisah, seorang perempuan bernama Alessa mempunyai novel baru berjudul Nightmare, dan di novel tersebut ada peringatan konyol tentang "Jangan membaca buku ini tanggal 13 Juni di tengah malam".

Alessa membawa buku tersebut ke sekolahnya dan menceritakan tentang novel barunya kepada teman-teman. Teman-temannya mentertawakan peringatan konyol itu dan menantang Alessa untuk membaca buku tersebut bersama-sama pada tanggal 13 Juni tepat di tengah malam. Kebetulan di tanggal tersebut sedang ada perkemahan dari sekolah.

Singkat cerita, mereka membaca novel tersebut pada tanggal 13 Juni. Tidak ada yang terjadi, memang. Tetapi begitu mereka tertidur, mereka mengalami mimpi buruk yang sama dan terbangun dengan berteriak.

*

Okey, cukup untuk cuplikan ceritanya, jika kalian penasaran dengan buku ini, kalian bisa membelinya di toko buku atau memesan langsung dari Mizan Store. Sekarang, aku ingin menilai buku berjudul horor dengan cerita agak fantasi.

Pertama judul. Untuk secara isi keseluruhan, hampir mendekati oke. Karena buku ini bercerita tentang mimpi buruk yang didapat setelah membaca buku berjudul mimpi buruk, "Nightmare" adalah judul yang cukup pas.

Meskipun begitu, sangat disayangkan penulisnya langsung menurunkan hasratku untuk membacanya sampai tamat begitu sampai di bagian terakhir ceritanya. Padahal, jika digali lebih dalam lagi, judul Nightmare bisa menghasilkan ide cerita yang jauh lebih wah.

Kedua ide cerita. Aku suka bagian mereka mengalami mimpi buruk bersama-sama dan bangun dengan berteriak. Lalu, Alessa dan para sahabatnya berkumpul untuk menceritakan tentang mimpi mereka. Sampai situ bagus.

Tetapi, semakin aku membaca cerita karangan Indira ini, semakin aku merasa tidak nyaman membacanya.

Saat aku membaca buku Nightmare, beberapa minggu sebelumnya, aku baru saja menamatkan Ghost Dormitory karangan Sucia. Dan buku Nightmare ini hampir mengikuti cara menulis Sucia di buku Best Seller-nya. Horror, namun menjurus ke Sihir.

Karena aku eneg dengan cara penulisan seperti itu, aku langsung melempar buku Nightmare, dan memutuskan untuk tidak melanjutkannya sampai akhir.

Please, bagi kalian yang ingin menulis buku, jangan jadikan Harry Potter beserta sihir-sihirnya sebagai panutan, ada banyak buku bagus lain selain karangan J.K. Rowling itu. Kecuali kalian bisa menggarap sihir dengan baik dan benar. Tidak sekedar menuliskan mantra dan semua terjadi sesuai kehendak kita.

Ketiga gaya bahasa. Gaya bahasa novel ini cukup bagus, meski kelihatannya, penulis masih belum bisa mengolah paragraf dan dialog dengan baik, ditambah penggunaan titik tiga (...) yang berlebihan, plus beberapa kekurangan lain seperti penggunaan huruf yang berlebihan saat mendeskripsikan rintihan atau teriakan, aku memutuskan untuk memberi rating tiga.

Ada pertanyaan dari salah satu pembaca blogku tentang Level Gaya Bahasa yang aku buat. Dan ini benar-benar menarik perhatianku untuk menjawabnya lewat resensi kali ini. Berikut pertanyaanya:


Thanks tips nya kak ^_^

Beruntung banget pas lagi cari-cari info soal fantasteen aku pun menemukan blog ini--Keren! >.<

Btw, aku jadi penasaran tentang gaya bahasa yang kakak golongkan menjadi 5 itu. Kalo boleh tau, gimana cara kakak menggolongkannya?

Terimakasih banyak sebelumnya.

Dilansir dari: FantasTeen: Solvite (Tips Membuat Paragraf yang Baik)

*

Jawabannya adalah, aku menggolongkan lima level gaya bahasa menurut cara penulisannya, bagaimana si penulis mampu mengolah kata sehingga menghasilkan gairah serta selera baca yang tinggi.

Level pertama diberikan kepada penulis yang worst banget. Biasanya, para penulis pemula yang baru pertama kali merangkai kata akan menghasilkan kalimat-kalimat yang tidak bermutu. Ide cerita bagus, tetapi cara penyampaiannya sayang kurang. Butuh lebih dari satu kali membaca untuk memahami maksud dari kalimatnya.

Level kedua diberikan kepada penulis yang sudah lumayan. Masih buruk, tetapi agak mendingan. Jika di level satu itu paragraf yang dibaca tidak bisa diartikan, di level dua ini paragraf sudah mulai bisa diartikan. Kalimatnya masih acak-acakan. Tetapi paling tidak, kita tidak perlu membacanya berulang-ulang untuk memahami maksud dari kalimat tersebut.

Level ketiga diberikan kepada penulis yang cukup bagus. Di level ini, kita bisa menikmati alur novel dengan membacanya. Masih ada beberapa kekurangan dalam penulisan. Tetapi, kekurangan tersebut tidak membuat rasa nyaman kita membaca berkurang.

Seperti buku Nightmare ini. Aku tidak perlu membacanya berulang-ulang hanya untuk memahami maksudnya. Struktur paragrafnya pun bisa dibilang bagus. Ada beberapa kekurangan seperti penggunaan titik tiga, penggunaan kalimat jeritan, dan lain sebagainya. Tetapi, kekurangan tersebut masih bisa membuatku membaca dengan nikmat.

Level keempat diberikan kepada penulis yang bagus. Minim sekali kekurangan yang terdapat di bukunya. Saat membaca buku, kita benar-benar seperti dibawa masuk ke dalam cerita. Seperti menyaksikan film yang ditulis lewat kata-kata.

Level kelima diberikan kepada penulis dewa. Aku menyebutnya demikian karena di tingkat ini, penulis benar-benar bisa memainkan kata dengan baik. Lebih dari baik, sempurna. Jika di level empat, kita seperti menyaksikan film, di level kelima, kita seolah berperan menjadi karakter dalam novel tersebut. Emosi, perasaan, indra, ungkapan, semua terlampaui baik.

Satu-satunya novel yang kuberi rating lima dalam penulisan gaya bahasanya adalah Saving Ludo karya Ziggy Zezsyazeoviennazabrizkie. Jika kalian ingin mengetahui bagaimana rasanya novel FantasTeen rating lima, aku merekomendasikan buku Saving Ludo.


Salah satu cara untuk meningkatkan level menulis adalah perbanyak menulis. Menulis ibarat pedang, semakin sering kamu mengasahnya, semakin tajam pedang tersebut. Semakin sering kamu menulis, semakin bagus kualitas tulisan kamu.

Meskipun begitu, menulis saja tidak cukup. Kalian harus belajar dari buku-buku para penulis yang levelnya di atas kalian. Memperhatikan, mengamati, serta mempelajari bagimana mereka menyusun kalimat dengan baik. Dengan begitu, gaya bahasa kalian akan bisa lebih bagus dari sebelumnya.

Hal tersebut yang membuat Ziggy Zezsyazeoviennazabrizkie bisa memperoleh gaya bahasa yang diluar batas penulis FantasTeen biasanya. Jujur, Saving Ludo jauh lebih mengesankan dari buku pertamanya, Wonder Works.

Aku tidak sabar menanti penulis level lima berikutnya yang lahir dari FantasTeen. Semoga salah satu diantaranya adalah kalian, para pembaca blog Wheza. Semangat menulis!

Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

[Buku] wheza99 - Poltergeist (2016)

Fantasteen DarkMatch: Poltergeist Pagi, pagi, pagii!!~ Februari kemarin aku kembali dapet kabar gembira dari FantasTeen tentang diterbitkannya buku duelku bersama Tessia. Aku senang bisa melihat penampakan cover Poltergeist, meski agak sedikit penasaran dengan Seven Mirrors yang selesai kutulis sebelumnya tetapi belum tampak covernya sampai sekarang. Berikut sedikit tentang buku baruku:

FantasTeen: Solvite (Tips Membuat Paragraf yang Baik)

Malam ini, kita akan menyambut buku FantasTeen yang covernya paling aku suka. Solvite. Awalnya aku pikir ini kisah tentang Dewa Kematian. Tapi ternyata perkiraanku melenceng beberapa persen. Walau begitu, aku tetap suka dengan buku ini. Setidaknya, cover buku inilah yang memberikan inspirasi untuk bukuku yang selanjutnya, tentang Soul Reaper. Mari kita lihat, pelajaran apa yang bisa kita ambil dari buku karya Hilmy yang satu ini.

[Buku] wheza99 - This is (not) Love (2016)

This is (not) Love Pagi semua!~ Di bulan pertama tahun 2016 aku dikejurkan dengan kabar gembira dengan terbitnya buku antologi bersama teman-temanku dari Tim Kafe Kopi. Aku harap buku ini akan menjadi langkah awal bagi Kafe Kopi dalam menjadi komunitas sastra yang memiliki banyak pembaca. Berikut sedikit tentang Antologi pertama tim Kafe Kopi: